Bank Indonesia tengah memfinalisasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai produk berisiko tinggi. Nantinya perbankan tidak boleh menjual produk berisiko tinggi ke nasabah ritel, melainkan kepada nasabah sophisticated.
"Nanti akan diatur mengenai klasifikasi bagaimana produknya, nasabahnya," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah di Jakarta, Kamis 7 Mei 2009.
Beberapa produk yang berisiko tinggi seperti produk perbankan dari luar negeri yang dijual di Indonesia (offshore product) dan structure product akan diatur dalam PBI tersebut. Dalam penerbitan aturan itu, BI bekerjasama dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Menurut Halim, saat ini aturan tersebut masih diproses secara legal intern BI. Diharapkan aturan ini bisa keluar dalam bulan depan.
Sementara terkait dengan perlindungan kepada nasabah, Halim mengatakan selama ini bank mempunyai kecenderungan tidak memberikan informasi yang memadai mengenai karakteristik produk, bagaimana biayanya, risiko, hak dan kewajiban bagi nasabah. "Tanpa adanya info yang seimbang bank dapat memiliki risiko kerugian," katanya.
Untuk melindungi nasabah, BI membentuk Pokja Edukasi Perbankan pada Kamis 7 Mei 2009 sebagai sarana edukasi keuangan. Anggota Pokja itu terdiri dari 15 bank umum konvensional, 2 bank umum syariah, 1 BPR konvensional dan 1 BPR syariah, 1 lembaga penyelenggaraan kartu kredit, 4 asosiasi perbankan dan keuangan, dan Bank Indonesia. "Pokja tersebut akan melakukan edukasi perbankan," katanya.
"Nanti akan diatur mengenai klasifikasi bagaimana produknya, nasabahnya," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah di Jakarta, Kamis 7 Mei 2009.
Beberapa produk yang berisiko tinggi seperti produk perbankan dari luar negeri yang dijual di Indonesia (offshore product) dan structure product akan diatur dalam PBI tersebut. Dalam penerbitan aturan itu, BI bekerjasama dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Menurut Halim, saat ini aturan tersebut masih diproses secara legal intern BI. Diharapkan aturan ini bisa keluar dalam bulan depan.
Sementara terkait dengan perlindungan kepada nasabah, Halim mengatakan selama ini bank mempunyai kecenderungan tidak memberikan informasi yang memadai mengenai karakteristik produk, bagaimana biayanya, risiko, hak dan kewajiban bagi nasabah. "Tanpa adanya info yang seimbang bank dapat memiliki risiko kerugian," katanya.
Untuk melindungi nasabah, BI membentuk Pokja Edukasi Perbankan pada Kamis 7 Mei 2009 sebagai sarana edukasi keuangan. Anggota Pokja itu terdiri dari 15 bank umum konvensional, 2 bank umum syariah, 1 BPR konvensional dan 1 BPR syariah, 1 lembaga penyelenggaraan kartu kredit, 4 asosiasi perbankan dan keuangan, dan Bank Indonesia. "Pokja tersebut akan melakukan edukasi perbankan," katanya.