Rupiah masih mengalami volatilitas tinggi yang membuat posisinya tidak stabil terhadap dolar AS. Investor dan pelaku pasar terus mengoleksi rupiah karena antisipasi penerbitan surat utang Amerika Serikat.
Pada perdagangan valas pukul 07.45 WIB, Senin (9/2/2009) rupiah ada di posisi 11.785 per dolar AS dan bergerak di kisaran 11.760-11.810 per dolar AS. Posisi rupiah Senin pagi ini agak terkoreksi dibanding Jumat pekan lalu 11.730 per dolar AS.
"Kelihatannya arahnya memang kesana. Keringnya likuiditas dolar AS kemungkinan karena mereka bersiap-siap beli surat utang AS," ujar pengamat valuta asing, Farial Anwar saat dihubungi detikFinance, Minggu (8/2/2009).
Menurut Farial, surat utang AS, jika jadi diterbitkan, akan menjadi salah satu pilihan investasi utama, terutama bagi investor dan spekulan besar di seluruh dunia. Farial mengatakan, meski kupon bunga yang akan diberikan tidak besar, namun surat utang AS diperkirakan akan menjadi salah satu pilihan investasi yang paling aman di tengah resesi global.
"Kupon bunganya mungkin hanya 1% sampai 1,5%. Namun pemain-pemain besar di seluruh dunia akan menilai bahwa AS tidak mungkin bangkrut. Jadi meski bunganya kecil, tapi mereka yakin investasinya aman. Dalam kondisi ekonomi global tak menentu, keamanan merupakan syarat utama investasi," jelas Farial.
Menurut Farial, pelemahan rupiah selama satu bulan terakhir tergolong yang paling buruk. Ia mengatakan rupiah saat ini masuk 10 besar mata uang yang paling buruk di dunia.
"Rupiah kini menduduki peringkat 6 paling buruk di dunia. Selama satu bulan terakhir pelemahannya mencapai Rp 800," ujar Farial.
Farial mengatakan, faktor utama yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah tidak adanya persediaan dolar AS di pasar, sedangkan permintaannya sangat tinggi.
"Tidak ada yang mau jual dolar AS. Sebaliknya, pembelian dolar AS cukup tinggi. Ini penyebab utama pelemahan rupiah selama satu bulan ini," ujar Farial.